-->

Pages

Thursday, May 20, 2010

dari 'Roker' ke 'Rotol'

Akhirnya setelah sekian lama jadi bagian 'roker' ('rombongan kereta', istilah untuk para pelaju yang menggunakan jasa KRL jabodetabek), saya dan suami memutuskan untuk berpindah ke 'rotol' ('rombongan tol' *ngasal.com). Hehe.. maksutnya rutenya pindah, dari atas rel ke atas jagorawi.



Sebelum berpindah model alat angkut, saya sudah lama berdiskusi dengan suami tentang ini. KRL yang biasa kami naiki, KRL Ekspres, sebenarnya cukup nyaman. Ber-AC, pedagang tidak masuk, dan hanya berhenti di stasiun tertentu saja (tidak semua stasiun) dengan harapan waktu tempuhnya bisa lebih singkat dibandingkan KRL ekonomi.


Tapi apa daya, KRL, sebagaimana transportasi publik yang lain, sering berhadapan dengan 'gangguan'. Ada KRL ekonomi mogok lah, anjlok lah, gangguan sinyal lah, sampai gangguan-gangguan lain yang bahkan saya tidak pernah tahu jenis gangguannya atau dimana persis lokasinya. Masalahnya, satu titik terganggu, seluruh jadwal KRL yang melintasi titik itu pun ikut terganggu. Gangguannya bukan cuma hitungan menit, tapi seringkali hitungan jam. Saya pernah terperangkap 3 jam di dalam kereta karena gangguan. Capek sekali rasanya. Belum lagi kondisi saya yang sedang hamil makin memperparah keadaan.



Ada sih, courtesy seat (tempat duduk prioritas) di setiap sudut gerbong, yang tertulis diutamakan bagi ibu hamil, orang sakit/cacat, dan lansia. Tapi prakteknya tidaklah semudah yang tertulis. Saat hamil muda, morning sickness sedang parah-parahnya, saya pernah naik KRL ekspres yang penuh sekali. Dengan susah payah di antara desakan penumpang, saya menuju ke courtesy seat. Courtesy seat terisi penuh oleh ibu-ibu, hanya ada satu bapak-bapak yang duduk di situ. Asumsi saya, kalau bapak-bapak kan nggak mungkin hamil. Lagipula nampaknya segar bugar begitu. Saya bilang ke bapak itu, "Pak, maaf saya hamil. Boleh saya duduk di situ?" Bapak itu melihat saya sekilas dan bilang, "Nggak kelihatan hamil tuh, kalo mau duduk nanti dulu, gantian, saya juga baru aja duduk."


Gdubrak. Bisa-bisanya dia bilang begitu.

Setelah tragedi demi tragedi tersebut berulang, dan sepertinya dalam waktu dekat belum akan ada perbaikan, akhirnya kami memutuskan untuk beralih ke jalan tol jagorawi. Nyaris setiap orang yang tahu rencana kami bilang bahwa pilihan naik mobil sendiri, Bogor-Jakarta PP saban hari, adalah pilihan yang melelahkan dan boros. Jauh lebih lelah dan boros dibandingkan naik KRL.

Tapi ternyata, setelah mencobanya selama beberapa hari, rasanya jauh lebih nyaman. Bagi kami paling tidak. Waktu tempuh antara 1,5 sampai 2 jam yang stabil. Memang lebih lama dibandingkan KRL ekspres yang normalnya hanya 1 jam, tapi waktu tempuh dengan mobil itu stabil. Ya segitu-gitu aja, nggak ada gangguan sampai berjam-jam yang nggak bisa diprediksi seperti KRL. Dari segi biaya, setelah dihitung-hitung sama juga. Saya dan suami naik KRL ekspres pulang-pergi, dari rumah ke stasiun dan stasiun ke kantor masih disambung bajaj pulang-pergi. Jadi jatuhnya ya sama aja. Apalagi saya dan suami berkantor di kompleks yang sama, pulang pergi bisa barengan. Dan lebih utama lagi, saya jatuh cinta pada fleksibilitasnya. Tidak ada cerita panik diuber-uber jadwal kereta. Tidak lagi terbirit-birit. Tidak lagi ketinggalan kereta dan harus menunggu bermenit-menit, bahkan berjam-jam untuk kereta berikutnya. Rasanya lebih rileks dan tenang.

Memang ada biaya tambahan, biaya perawatan mobil yang harus dialokasikan lebih dari biasanya, karena mobil dipakai jarak jauh setiap hari. Apalagi mobil kami tergolong mobil tua. Memang harus berhemat, karena dengan naik KRL saja kami sudah repot mengalokasikan dana transportasi, sekarang dengan naik mobil dana yang harus dialokasikan jadi bertambah.


Tapi rasa rileks dan tenang, juga kenyamanan, adalah hal berharga. Waktu bersama keluarga juga terasa lebih berkualitas karena stres di atas kereta tidak lagi dibawa pulang ke rumah.

Jika suatu hari kalau angkutan umum kita menjadi lebih baik dan lebih nyaman, tentu dengan senang hati saya akan berpindah alat angkut lagi. Tapi sepertinya tidak dalam waktu dekat ini. :) Mudah-mudahan saja suatu hari nanti.