-->

Pages

Thursday, June 20, 2019

Gardening



Setelah beberapa bulan belakangan hidup bersama tukang πŸ˜„ akhirnya rumah kami selesai direnovasi juga. Alasan utama renovasi karena kayu atap dimakan rayap, jadi kami memutuskan mengganti semua rangka atap dengan baja ringan. Selama renovasi, semua koleksi tanaman pot saya dipindahin tukang ke pinggir jalan, dan selama waktu itu pula tanamannya nggak keurus, ketimbun puing, ditumpuk begitu saja sampai ada pot-pot yang pecah 😒 tapi bagaimana lagi, kami nggak punya tempat lain lagi untuk menyimpan.








Kesempatan renovasi kemarin juga kami gunakan untuk mengubah area taman. Tadinya hanya ada satu space taman di halaman depan, sekarang kami punya space taman kedua di samping rumah. Sebagian keramik garasi dan kanopi kami bongkar menjadi area tanah terbuka.  Space kedua ini malah lebih luas daripada taman halaman depan.







Semua tanaman yang terabaikan selama berbulan-bulan saya angkat dan pindahkan kembali ke taman depan. Semua dibongkar dan ditanam ulang (repotting). Pemangkasan, pemberian media tanam baru, pemupukan dan penyiraman selama beberapa minggu saya perhatikan betul untuk memperbaiki kondisi tanaman yang layu/kering/pecah pot karena tertimbun puing. Gelombang cinta (anthurium) saya yang segede gaban menguning semua daunnya karena kepanasan. Jadi selain repotting (buat ngisi potnya aja media tanamnya sampe 5 karung) dan perawatan, harus ditaruh di tempat yang teduh. Lumayan sih effortnya buat momongan pot ini, lumayan bikin kurus, item dan tangan ga pernah mulus karena ngebon melulu 😁



Setelah beberapa lama, taman depan mulai sehat dan hijau kembali. PR berikutnya adalah taman samping yang masih gundul merana, karena koleksi pot udah habis buat ngisi taman depan doang. Angin segar nih, jadi bisa pengadaan pot baru 😁 kalau urusan yang berhubungan dengan belanja taneman begini, respon saya selalu gercep alias gerak cepat πŸ˜‚

Gazebo di tengah taman di Toko Trubus


Momen ngabuburit Ramadhan kemarin saya pakai untuk berburu tanaman, ke tukang tanaman langganan, ke Toko Trubus (Favorit saya banget ini!!), bahkan sampai ngangkut tanaman dari rumah orang tua waktu mudik kemarin 😁. Saya bahkan beli beberapa tabulampot (tanaman buah dalam pot) di Toko Trubus. Tapi karena space taman samping ini lebih luas dan berawal dari bener-bener kosong melompong, jadi ya masih belum penuh juga. Gak papa, malah justru jadi alasan shopping tanaman lagi 😁.





Taman samping ini ada di depan teras samping yang jadi tempat favorit kami duduk-duduk santai. Anak saya bahkan menyebutnya tempat piknik 😁 Rasanya nikmat banget ngopi-ngopi sambil melihat tanaman, segar dan relaks. Ibu saya bahkan membuatkan rangkaian bunga akrilik untuk menghias meja teras samping 😍



Sekarang saya pingin cari tanaman warna-warni untuk menambah isi taman, dari kemarin yang dibeli ijo-ijo tanaman hias daun dan tanaman buah aja. Mungkin beberapa pot bunga warna-warni bakal membuat suasana lebih semarak. Weekend nanti deh, nyari bunga 😍

Wednesday, April 10, 2019

2019 : A Journey to Less Waste

Dari dulu saya punya ketertarikan dengan green life style, sustainable living, minimalism, dan sebangsa tema-tema ramah bumi lainnya. Mungkin karena saya dibesarkan oleh orang tua yang suka berkebun dan memelihara hewan (kalkun, ayam, kelinci, marmut, hamster, ikan - yang terakhir ini malah countless saking udah ngga keitung jumlahnya mulai dari akuarium toples, akuarium gede, akurarium built-in di tembok sampai kolam). Hobi berkebon dan gemar sama yang ijo-ijo itu menurun juga pada saya. Hobi itu lalu meluas menjadi ketertarikan pada gaya hidup hijau.

Emang seberapa hijaunya? Belomlah apa-apa sodara2 😁 masih bagaikan remah-remah tepung terigu yang hilang tertiup angin. Saya udah pernah cerita di postingan yang ini kan ya, waktu ikutan Plastic Free July dan sampe pertengahan gagal. Mostly karena di bulan itu ada banyak rapat di kantor, yang artinya banyakkk snack rapat 😁 dalam bentuk kopi, makan siang, dan cemilan yang rata-rata diplastikin/dikerdusin biar gampang dibawa peserta kalau selesai acara dan balik ke tempat masing-masing. Padahal semangat Plastic Free July kan avoiding single use plastic ya, hiks...

Waktu baca bukunya oma Rhonda Hetzel tempo hari yang membahas Simple Living (ada di postingan yang ini), oma Rhonda juga menekankan pentingnya awareness terhadap lingkungan, salah satunya melalui gaya hidup ramah bumi dengan mengurangi sampah yang kita hasilkan, baik secara langsung (sampah yang kita buang) atau tidak langsung (sampah yang dihasilkan dari rantai produksi barang-barang yang kita gunakan, mulai dari proses menghasilkan bahan baku, pengolahan sampai barang jadi, pengiriman sampai akhirnya tiba di tangan kita).

Lalu kemarin, di IG saya lihat postingan tentang buku Erin Rhoads The Rogue Ginger yang baru launching tahun lalu "Waste Not : Make a Big Difference by Throwing Away Less". Sampulnya cantik, reviunya bagus, dan temanya pas dengan ketertarikan saya, so langsung saja saya search di Google Play Book, dan ADA!

Saya baru membaca sebagian buku ini (belum selesai, masih berproses), tapi saya sudah jatuh hati dengan tulisan Erin. Erin menulisnya dengan sangat baik dan mudah dipahami, tapi tidak mudah dilewatkan begitu saja. It's thought-provoking. Yes we know that plastic bags pollute our land and water and they never break down. Tapi yang paling menyesakkan adalah cerita tentang bagaimana plastik mengancam kehidupan laut.

Sumber : Instagram @hijau_id

Plastik mengancam kehidupan laut bukanlah hal baru. Banyak satwa laut yang mati karena laut tercemar oleh plastik. @hijau_id menulis dalam postingan akun Instagramnya tentang paus yang ditemukan mati dengan 22 kilogram sampah plastik di dalam perutnya, berupa kabel listrik, piring plastik, kantong plastik, jaring pancing, dan plastik bungkus deterjen. @hijau_id juga menulis dalam postingannya, bahwa Indonesia mendapat peringkat ke-133 dari 136 negara dalam Environmental Sustainability Index 2018 oleh World Economist Forum, menyedihkan bukan?


Plastik sangat sulit terurai di alam, bisa memakan waktu ratusan hingga ribuan tahun. Plastik yang diklaim ramah lingkungan pun tetap membutuhkan waktu lama untuk terurai, dan selama itu tetap akan menjadi sampah. Bayangkan dalam sehari berapa plastik yang kita buang, mulai dari bungkus makanan, tas kresek, dan bungkus-bungkus lainnya, dan di setiap lembar plastik yang kita buang ke tempat sampah berkonsekuensi ratusan bahkan mungkin ribuan tahun "tetap menjadi sampah" yang memenuhi bumi kita.

Rasanya kalau melihat fenomena di atas, tidak ada pilihan lain bagi kita selain berusaha mengurangi sampah plastik, paling tidak dari diri dan rumah kita sendiri. Kalau belum bisa zero waste, ya paling tidak mengupayakan untuk less waste. Mengurangi sampah memang perlu usaha dan kemauan keras, saya juga masih jauh dari berhasil. Masih ada sampah plastik yang saya hasilkan sehari-hari karena belum menemukan alternatifnya, salah satunya adalah sampah bungkus kopi sachet. Setahu saya belum ada kemasan kopi instan campur gula dan susu (macam coffeemix itu lah) yang ada dalam bentuk kardus (bukan bungkusan kecil per porsi). Atau ada yang bisa memberi tahu saya dimana saya bisa membelinya? Less waste is a journey, saya masih harus banyak belajar, tapi paling tidak saya sudah berupaya memulai.