-->

Pages

Saturday, October 23, 2010

Blues oh Baby Blues

Iya, saya sempat disambangi sama si-bayi-biru a.k.a the famous baby blues syndrome.



Buat yang belum tau apa itu baby blues, ini yaa saya kasi tau..



Baby blues syndrome atau yang lebih dikenal dengan postpartum distress syndrome adalah semacam depresi yang dialami wanita pasca melahirkan. Penelitian menunjukkan bahwa 50-80% wanita yang baru melahirkan mengalami hal tersebut.




Hehe.. saya yang gahar ini kok bisa kena baby blues?



Iya ya, tadinya juga nggak percaya. Kok bisa?



Tapi ternyata hal tersebut normal lhoo...




Banyak faktor yang mengakibatkan sindroma si-bayi-biru ini datang berkunjung, di antaranya :



1. Perubahan Hormon

2. Stress

3. ASI tidak keluar

4. Frustasi karena bayi tidak mau tidur, nangis dan gumoh

5. Kelelahan pasca melahirkan, dan rasa sakit akibat jahitan

6. Suami yang kurang memahami perasaan istri

7. Problem dengan Orangtua dan Mertua

8. Takut kehilangan bayi

9. Sendirian mengurus bayi, tidak ada yang membantu

10. Bayi sakit

11. Rasa bosan si Ibu (tidak punya waktu untuk diri sendiri)




Nah cobaa buat para buibus, pasti pernah ngalamin minimal satu aja dari poin-poin tersebut di atas. Kalau saya yang paling kena nomor 1, 2, 4, 5, 9, 11 hiyaaaaah lha kok semua? :D Tapi emang begadangnya itu yang paling super. Tiap malem tau. Langsung turun 15 kilogram di bulan pertama pasca melahirkan. Padahal selama ini saya tenar sebagai jagoan membolor. Paling gampang tidurnya, paling susah bangunnya. :D Ya jelas stress berat, wong selama ini tidur adalah moment me time favorit saya, dan sekarang si putri kecil cantik demonstrasi tiap malem karena nggak setuju sama kebiasaan bundanya.




Apa sih tanda-tandanya baby blues ituh?



Ada macem-macem sih.



1. Mudah marah dan tersinggung
2. Gembira dan sedih secara berlebihan
3. Seringkali menangis tanpa sebab yang jelas
4. Terlalu banyak makan atau sebaliknya tidak ada nafsu makan
5. Susah berkonsentrasi, sulit mengingat dan tidak bisa membuat keputusan
6. Menjauhkan diri dari teman dan keluarga
7. Paranoid atau takut berlebihan bayinya akan celaka

 

Kalo yang saya rasain sih, suka ujug-ujug suka menye-menye tanpa sebab yang jelas. :D Di antara jeritan hati, “I just wanna have some sleep pleaseee.....” Tapi ngga ada momen marah-marahnya, lagian mana bisa marah-marah sama putri cantik, lha wong hati langsung luluh tiap kali ngeliat wajahnya. Jadinya ya stress sendiri. Salah sih, mestinya dari awal dikomunikasikan sama keluarga, atau cerita dengan teman-teman yang udah pernah ngalamin momen ini. Dengan berbagi dan mengetahui bahwa orang lain pernah berada di tempat yang sama, rasanya lebih ringan. Akhirnya emang berbagi juga sih, tapi telat, pas udah ngga tahan ditanggung sendiri :D.




Sekarang sih udah jauh mereda. Biasanya baby blues berlangsung kurang dari sebulan, dan umumnya teratasi saat sang ibu sudah mampu beradaptasi dengan peran barunya, dan bayi juga beradaptasi dengan dunia barunya, and responds with adequate amounts of sleep. Ya nggak adequate-adequate banget lah, sebenernya itungannya masih kurang juga dibanding dulu pas tidurnya masih ala kebo :D, tapi lumayanlah..





Ada beberapa tips untuk meredakan baby blues :



* Belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi

* Tidurlah ketika bayi tidur

* Berolahraga ringan

* Ikhlas dan tulus dgn peran baru sebagi ibu

* Tidak selalu perfeksionis dalam hal mengurusi bayi

* Bicarakan rasa cemas dan komunikasikan

* Bersikap fleksibel

* Bergabung dengan komunitas ibu yang juga pernah mengalami momen tersebut

* Usahakan me time untuk diri sendiri, misalnya luluran, creambath, mandi berendam, pijat




Dan bagi para misuwa, halooo... anda-anda bisa banget lhoooo membantu istri yang sedang berjuang dengan peran barunya, nih saya kasih contoh :



* Bikinin minuman hangat kesukaan istri

* Nemenin begadang

* Memberikan perhatian lebih, banyak dipeluk, dihibur, diusap-usap kepalanya (halah :D)



Yang terpenting dari semuanya, BERSYUKUR, BERSYUKUR dan selalu BERSYUKUR atas anugerah terindah sebagai ibu yang telah diberikan kepada kita. Semua yang nampaknya berat itu pasti akan terlewati kok. Dan melihat putri cantik tumbuh sehat, rasanya semua susah payah itu terobati begitu saja. :)





Thursday, August 12, 2010

Dearest, welcome to the world.

Di Rumah Sakit Muhammadiyah Roemani Semarang, Selasa, 10 Agustus 2010, pukul 08.10 WIB, putri pertama kami lahir dengan berat 3,8 kilogram melalui persalinan normal.



Kami menamakannya Najwa Faiza Abdurrahim.

Selamat datang, sayang. :)
Putri cantik yang telah dinanti oleh Ayah dan Bunda.
Semoga tumbuh sehat, salihah, cerdas dan senantiasa dalam lindungan Allah SWT. Amiin.

Sunday, June 20, 2010

My First Project in Sewing

Last week I made this mini dress. It's not usual mini dress, I mean usual 'mini' that describe a very short dress. It's really 'mini', made for the size of doll. :) I made this as miniature for my next dress project. I started to learn sew again last couple of days, after finding a very inspiring site about sewing and crafting : http://verypurpleperson.com. I like her site a lot, she is so talented and everything she made is so cute and precious. She sewn her wardrobe : dresses, bags, shoes, wallets, and much more cute stuff. She even made some sewing tutorials.





I've ever learned about sewing, some years ago, but still at beginner level. My aunt took short sewing course class and often brought her homework to our home. Usually I accompany her finishing it. We made blouse and skirt with the classic sewing machine (the black one, not yet arm-free). We even made kebaya (javanese traditional cloth) and bedcover. Not very neat, with many mistakes here and there, but I'm so proud. After I married and followed my husband here, I never sew anymore, first because my real life is busy enough and second because I don't have any sewing machine here.



But this talented verypurpleperson is so inspiring, she woke my desire up to start sewing again. Her sewing is so cute so I can't stand to try making it by myself, more simpler pattern then her of course. (Hey, I'm still a beginner! ^_^).

I try to implement her tutorial at making gold dot dress, it seems easy. I made the miniature dress first, so I can expect the problems I will face when I make the real-size dress, and finding solutions to solve it. It's better to have mistake in this trial and error mini project than to have it on the real-size project. Here is the result! Not so bad I hope. At least it shaped a dress. ^_^



 


Since my pattern worked for the mini dress, I'm going to make it in real-size dress. But it will take a long time to finish it, I'm still doing it with hands. Yes, full hand stitch. -_-" I don't have sewing machine, and before pursuing my husband to buy it for me, I should prove him that I really-really can make something from it. And hopefully this dress will show him.


Ok, enough with talking. Time to act. Wish it won't take too long until I post the new dress (I doubt it, I'm a kind of lazy person *sigh). But still, I'm so enthusiastic, go go girl, you can do that!


Tuesday, June 15, 2010

Panti Jompo

Lama nggak blogging, posting lagi ah..



*lagi senggang ^_^



Kali ini cerita tentang suami.



Suamiku (bekerja sebagai staf IT) kadang dipanggil ke bagian lain buat bantuin kalo ada masalah komputer (kalau urusan beginian, jenis kelamin laki-laki lebih disukai, jadi aku jarang dipanggil-panggil, syukurlah ^_^).


Nah,


Ada satu bagian di kantor sini yang isinya mayoritas (hampir semua stafnya) ibu-ibu. Bukan sembarang ibu-ibu, tapi ibu-ibu yang udah mau masuk masa pensiun. Walopun udah pada kasepuhan, tapi tetep pada semangat, dan pada bisa ngetik di komputer. Takjub lho aku waktu pertama ngeliat, pada bisa make word (mengingat aku pernah ngajarin ibuk ku caranya make word, yang berakhir dengan depresi dan putus asa).
Cumaaa.. ya itu, karena udah pada kasepuhan, jadi banyak masalah. Segudang troubleshooting. Suamiku suka dipanggil dan dimintai tolong.

"Dek, kok tombol undo nya ilang?"


"Dek, kemarin file nya ibu simpan di mana ya?"


"Ibu print yang ini kok keluarnya itu?"


"Ibu mau hurufnya kayak huruf di KK (red: kartu keluarga) itu lho." (maksutnya font Arial)


"Kok pinggirnya njeglong-njeglong ya dek?" (dan perlu waktu untuk menyadari njeglong-njeglong itu maksutnya rata kiri, bukan justify)

Pas lagi suamiku pontang-panting benerin ini-itu, ibu-ibu itu (sambil nunggu dibenerin), ngumpul dan nggosip Ariel. "Iiih.. ariel tu kok bisa-bisanya ya. Liat ndak kemarin di cek en ricek?" "Eeh.. aku bawa tabloid bintang yang baru lho, ini ada beritanya."

My husband called that section as "panti jompo".

Suatu hari habis pulang kantor suami bilang gini, "Bunda, bisa buatin ayah badge enggak."


"Badge apa?"


"Kaya pin tu lho." Secara dia tau istrinya punya hobi baru bikin pernak-pernik dan jait-menjait.


"Pin? Buat apaan?"


"Pin, tulisannya assisting elderly badge. Nanti ayah pakai tiap kali tugas di panti jompo."


Mau nggak mau jadi ngakak. Assisting elderly badge itu kan yang dipakai Russel (tokoh anak kecil pramuka di film kartun Up).

Panti jompo. Iya si, coba kalau aku yang disitu, pegel dah.. :D

Thursday, May 20, 2010

dari 'Roker' ke 'Rotol'

Akhirnya setelah sekian lama jadi bagian 'roker' ('rombongan kereta', istilah untuk para pelaju yang menggunakan jasa KRL jabodetabek), saya dan suami memutuskan untuk berpindah ke 'rotol' ('rombongan tol' *ngasal.com). Hehe.. maksutnya rutenya pindah, dari atas rel ke atas jagorawi.



Sebelum berpindah model alat angkut, saya sudah lama berdiskusi dengan suami tentang ini. KRL yang biasa kami naiki, KRL Ekspres, sebenarnya cukup nyaman. Ber-AC, pedagang tidak masuk, dan hanya berhenti di stasiun tertentu saja (tidak semua stasiun) dengan harapan waktu tempuhnya bisa lebih singkat dibandingkan KRL ekonomi.


Tapi apa daya, KRL, sebagaimana transportasi publik yang lain, sering berhadapan dengan 'gangguan'. Ada KRL ekonomi mogok lah, anjlok lah, gangguan sinyal lah, sampai gangguan-gangguan lain yang bahkan saya tidak pernah tahu jenis gangguannya atau dimana persis lokasinya. Masalahnya, satu titik terganggu, seluruh jadwal KRL yang melintasi titik itu pun ikut terganggu. Gangguannya bukan cuma hitungan menit, tapi seringkali hitungan jam. Saya pernah terperangkap 3 jam di dalam kereta karena gangguan. Capek sekali rasanya. Belum lagi kondisi saya yang sedang hamil makin memperparah keadaan.



Ada sih, courtesy seat (tempat duduk prioritas) di setiap sudut gerbong, yang tertulis diutamakan bagi ibu hamil, orang sakit/cacat, dan lansia. Tapi prakteknya tidaklah semudah yang tertulis. Saat hamil muda, morning sickness sedang parah-parahnya, saya pernah naik KRL ekspres yang penuh sekali. Dengan susah payah di antara desakan penumpang, saya menuju ke courtesy seat. Courtesy seat terisi penuh oleh ibu-ibu, hanya ada satu bapak-bapak yang duduk di situ. Asumsi saya, kalau bapak-bapak kan nggak mungkin hamil. Lagipula nampaknya segar bugar begitu. Saya bilang ke bapak itu, "Pak, maaf saya hamil. Boleh saya duduk di situ?" Bapak itu melihat saya sekilas dan bilang, "Nggak kelihatan hamil tuh, kalo mau duduk nanti dulu, gantian, saya juga baru aja duduk."


Gdubrak. Bisa-bisanya dia bilang begitu.

Setelah tragedi demi tragedi tersebut berulang, dan sepertinya dalam waktu dekat belum akan ada perbaikan, akhirnya kami memutuskan untuk beralih ke jalan tol jagorawi. Nyaris setiap orang yang tahu rencana kami bilang bahwa pilihan naik mobil sendiri, Bogor-Jakarta PP saban hari, adalah pilihan yang melelahkan dan boros. Jauh lebih lelah dan boros dibandingkan naik KRL.

Tapi ternyata, setelah mencobanya selama beberapa hari, rasanya jauh lebih nyaman. Bagi kami paling tidak. Waktu tempuh antara 1,5 sampai 2 jam yang stabil. Memang lebih lama dibandingkan KRL ekspres yang normalnya hanya 1 jam, tapi waktu tempuh dengan mobil itu stabil. Ya segitu-gitu aja, nggak ada gangguan sampai berjam-jam yang nggak bisa diprediksi seperti KRL. Dari segi biaya, setelah dihitung-hitung sama juga. Saya dan suami naik KRL ekspres pulang-pergi, dari rumah ke stasiun dan stasiun ke kantor masih disambung bajaj pulang-pergi. Jadi jatuhnya ya sama aja. Apalagi saya dan suami berkantor di kompleks yang sama, pulang pergi bisa barengan. Dan lebih utama lagi, saya jatuh cinta pada fleksibilitasnya. Tidak ada cerita panik diuber-uber jadwal kereta. Tidak lagi terbirit-birit. Tidak lagi ketinggalan kereta dan harus menunggu bermenit-menit, bahkan berjam-jam untuk kereta berikutnya. Rasanya lebih rileks dan tenang.

Memang ada biaya tambahan, biaya perawatan mobil yang harus dialokasikan lebih dari biasanya, karena mobil dipakai jarak jauh setiap hari. Apalagi mobil kami tergolong mobil tua. Memang harus berhemat, karena dengan naik KRL saja kami sudah repot mengalokasikan dana transportasi, sekarang dengan naik mobil dana yang harus dialokasikan jadi bertambah.


Tapi rasa rileks dan tenang, juga kenyamanan, adalah hal berharga. Waktu bersama keluarga juga terasa lebih berkualitas karena stres di atas kereta tidak lagi dibawa pulang ke rumah.

Jika suatu hari kalau angkutan umum kita menjadi lebih baik dan lebih nyaman, tentu dengan senang hati saya akan berpindah alat angkut lagi. Tapi sepertinya tidak dalam waktu dekat ini. :) Mudah-mudahan saja suatu hari nanti.